Loading...

Membangun Rute Peradaban Umat dari Pintu Masjid

Diterbitkan pada
20 November 2025 08:00 WIB

Baca

Sukoharjo, 20 November 2025 - Surakarta mengadakan kajian dengan tema “Membangun Rute Peradaban Umat dari Pintu Masjid. Kajian ini menghadirkan sebagai nara sumber Prof. Dr. Agus Wahyu Triatmo, M.Ag, Guru Besar UIN Raden Mas Said, dan Yudo Pramono, S.Pd, M.M. sebagai aktivis masjid. 

Sebagai pemateri, Prof. Agus menyajikan materi dengan judul Revitalisassi Masjid sebagai Gerbang Peradaban. Dalam materi tersebut dijelaskanan  secara sistimatis mulai arti bahasa dan istilah dari “masjid”, hakekat masjid, fungsi dan peran masjid dalam sejarah, hingga distorsi peran masjid, dan solusi untuk memakmurkan masjid.

Prof Agus lebih jauh mengekplorasi pertanyaan bilamana distori fungsi dan peran masjid terjadi dalam sejarah. Menurut Prof. Agus distorsi majsi terjadi berbarengan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan Barat yang ateistik. Hingga masa pemerintahan Turki Utsmani, masjid masih berfungsi sebagai pusat peradaban Islam. Dalam konteks Nusantara, pada masa Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara , masjid masih memiliki peran sentral. Sebagai buktinya, terlihat dalam tata kota waktu itu di mana bangunan masjid berada dalam satu komplek dengan bangunan Kerajaan, alun-alun, dan pasar. Hal tersebut menjadi symbol dari posisi masjid yang sangat sentral. Masjid masih menjadi unsur utama dari sistim kehidupan Kerajaan Islam Jawa.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern pada satu sisi dan meredupnya kekuasaan Kerajaan di sisi lain, mesjid mulai ditinggalkan oleh keraton, pasar, dan alun-alun. Hal tersebut sebagai implikasi dari keterpisahan antara tauhid sebagai dimensi ketuhanan ilmu pengetahuan dalam tradisi Islam, dengan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dari keterpisahan antaraa tauhid dengan ilmu pengetahuan tersebut, pada dataran kehidupan lahir pandangan hidup sekuler, yaitu suatu pendangan hidup yang memisahkan antara agama dengan negara. Pada dataran kehidupan empiris, sekulerisme tersebut memutus hubungan integral antara agama (Islam) dengan kehidupan nyata, keraton sebagai simbul dari pemerintahan politik, pasar sebagai symbol dari ekonomi, maupun alun-alun sebagai symbol pusat interaksi sosial.

Lebih jauh Prof. Agus menjelaskan bangunan teori sebagai basis solusi. Bangunan teori tersebut adalah integrasi antara iman, Islam dan ihsan. Dalam uraiannya disampiakan hubungan antara tauhid sebagai pokok keimanan, dengan sub sistim ibadah, pola berpikir (mindset), dengan sub sistim akhlak, etika, dan moral.

Untuk merevitalisasi fungsi dan peran masjid, Prof. Agus menawarkan community development sebagaia alternatif. Takmir atau pengelola masjid mesti memiliki wawasan tentang pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat seharusnya menjadi bagian integral dari strategi dakwah takmir masjid.

Dengan strategi dakwah pemberdayaana diharaapkan masjid akan kembali menjadi gerbang lahirnya peradaban Islam. Masjid menjadi tempat lahirnya berbagai gagasan, kegiatan pendidikan, ekonomi, sosial, hingga budaya. Selain itu, beliau menyoroti masjid sebagai ruang dakwah yang ramah dan inklusif terhadap perkembangan zaman. Sehingga perlu untuk kemudian menekankan adanya inovasi dalam pengelolaan masjid agar tetap relevan bagi semua kalangan.

Sedangkan Yudo Pramono, MM, menyampaikan pengalaman praktisnya sebagai pengurus masjid yang begitu lama Beliau lakoni, mulai masjid kampung hingga masjid besar senilai puluhan milyar. Di antara problem yang di ulas adalah sering terjadinya konflik antar madzhab dalam Islam yang mewarnai pengelolaan masjid. Diskusi ini berlangsung secara aktif dimana para peserta yang hadir saling menyampaikan pertanyaan hingga ulasan. 

Kegiatan ini diharapkan dapat membuka kesadaran peserta mengenai pentingnya mendekatkan diri kepada Tuhan dengan melakukan dakwah di masjid-masjid. Diskusi ini juga membuka cakrawala Islam yang baru yang dapat menjadi pondasi untuk kegiatan-kegiatan kajian keislaman lainnya.